Perbandingan Kualitas Manusia Indonesia dengan Jepang dan Tiongkok dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu sudut pandang dan budaya yang menjadi kebiasaan hidup dari masing-masing negara tersebut. Dari hasil survey yang didapat jika dibandingkan budaya dari masing-masing negara bisa di peroleh bahwa.
1. Agama yang dianut
Masyarakat Jepang dan tiongkok mengartikan sebuah agama atau tuhan menjadi sesuatu yang terpisah. Agama merupakan sesuatu yang paling pribadi dan tidak boleh diusik oleh siapapun. Oleh karena itu, saat bertemu dengan orang Jepang dan tiongkok janganlah kamu menanyakan atau membicarakan agama dengan mereka.Hal ini akan menganggu pikiran mereka, dan membuat mereka berkesan bahwa kamu adalah orang yang terlalu selektif dalam berteman.
jika dibandingkan dengan di Indonesia hal tersebut sedikitlah berbeda, di Indonesia menganut suatu agama adalah suatu yang biasa dan jika kamu menanyakan atau membicarakan agama itu paling tidak bertujuan untuk lebih menghormati dan menghargai hak orang lain
2. Menghargai Suatu Usaha / Proses
Ini adalah salah satu karakter positif yang dimiliki oleh orang Jepang dan tiongkok. Mereka tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi lebih berorientasi pada proses. Mereka sangat menghargai usaha dan kesungguhan seseorang. Sekalipun hasil yang dicapai oleh seseorang tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi jika orang tersebut sudah berusaha dengan sangat keras, maka mereka akan mengapresiasi dengan baik orang tersebut. Sikap menghargai usaha ini juga tampak dari ekspresi mereka yang selalu bersemangat menyongsong setiap pekerjaan dan tantangan, karena mereka yakin dengan semangat dan kerja keras akan memberikan hasil yang baik. dilambangkan dengan ucapan otsukaresamadeshita (maaf, Anda telah bersusah payah).
Orang Jepang dan tiongkok juga menghargai jasa orang lain. Hal ini dibuktikan dengan ringannya mereka dalam mengatakan arigatoo (terima kasih), Membungkuk ataupun Sujud ketika mendapat bantuan orang lain dan tidak menggap remeh jerih payah orang lain meskipun bantuan itu tidak seberapa. Nah gitu kan menghargai, Good!
Di Indonesia, banyak yang sering melihat hanya dari hasil saja, seharusnya kita harus menghargai proses dari hasil tersebut. Seperti halnya dalam ulangan. Rata-rata guru hanya melihat hasil nilai dari anak tersebut, padahal guru tersebut tidak menyadari bahwa anak yang mendapatkan nilai yang bagus tersebut dari hasil mencontek. Dan bahkan guru akan memarahi anak yang meraih nilai yang pas-pasan atau jelek, tapi mungkin saja anak yang memperoleh nilai yang pas-pasan itu anak yang selalu menghapal, berusaha, bahkan tidak menyontek.
3. Rasa Malu
Fenomena "malu" yang telah mendarah daging dalam sikap dan budaya masyarakat Jepang dan tiongkok ternyata membawa implikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk didalamnya masalah kehormatan terhadap HAM, masalah law anforcement, masalah kebersihan moral aparat, dan sebagainya.
Dalam aplikasi ekstrimnya, budaya malu ini membawa pengaruh negatif dalam prilaku kehidupan masyarakat Jepang dan tiongkok, adalah prilaku bunuh diri yang dikenal dengan “harakiri”. Lebih baik mati daripada menanggung rasa malu. Ini adalah salah satu efek negatif dari rasa malu.
jika dibandingkan dengan di Indonesia hal tersebut sedikitlah berbeda, di Indonesia saya rasa budaya malu ini masih kurang diterapkan, sebagai contohnya di Indonesia masih banyak orang yang dengan bangganya melakukan kesalahan tetapi ia tidak merasa bersalah seperti pungli, korupsi dan masih banyak lagi
4. Hidup Satu Atap
Indonesia memiliki istilah “Kumpul Kebo” atau suatu larangan bagi seorang gadis dan pemuda yang tidak menikah untuk tinggal di bawah satu atap yang sama. Hal ini sudah menjadi norma yang mengakar di kebudayaan Indonesia. Patut diancungi jempol!
Di Jepang istilah seperti “Kumpul Kebo” tidak digunakan. Orang Jepang mentolerir kehidupan di bawah satu atap yang sama tersebut, apalagi jika pasangan tersebut mempunyai status berpacaran. Jangan ditiru ya Kawan!
Dari semua ini bisa kita simpulkan bahwa apapun budayanya bisa menjadi baik utaupun buruk tergantung dari sudut pandang masing-masing tempat, karena manusia hidup saling berkelompok dan membutuhkan bantuan orang lain jadi sangatlah biasa jika terjadi banyaknnya perbedaan pendapat untuk masalah budaya, yang terpenting yaitu bagaimana kita bisa menghargai perbedaan-perbedaan tersebut
Sumber referensi dan inspirasi:
http://www.kaskus.co.id/thread/526f6d99148b46a17b000006/persamaan-dan-perbedaan-antara-kebudayaan-cina-jepang-dan-korea/
https://faturrd.wordpress.com/2016/04/30/perbedaan-manusia-jepang-tiongkok-dan-indonesia/
http://winaberbagicerita.blogspot.co.id/2013/11/perbedaan-kebiasaan-budaya-jepang-dan.html
http://www.berkuliah.com/2014/07/9-perbedaan-budaya-antara-indonesia-dan-jepang.html
1. Agama yang dianut
Masyarakat Jepang dan tiongkok mengartikan sebuah agama atau tuhan menjadi sesuatu yang terpisah. Agama merupakan sesuatu yang paling pribadi dan tidak boleh diusik oleh siapapun. Oleh karena itu, saat bertemu dengan orang Jepang dan tiongkok janganlah kamu menanyakan atau membicarakan agama dengan mereka.Hal ini akan menganggu pikiran mereka, dan membuat mereka berkesan bahwa kamu adalah orang yang terlalu selektif dalam berteman.
jika dibandingkan dengan di Indonesia hal tersebut sedikitlah berbeda, di Indonesia menganut suatu agama adalah suatu yang biasa dan jika kamu menanyakan atau membicarakan agama itu paling tidak bertujuan untuk lebih menghormati dan menghargai hak orang lain
2. Menghargai Suatu Usaha / Proses
Ini adalah salah satu karakter positif yang dimiliki oleh orang Jepang dan tiongkok. Mereka tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi lebih berorientasi pada proses. Mereka sangat menghargai usaha dan kesungguhan seseorang. Sekalipun hasil yang dicapai oleh seseorang tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi jika orang tersebut sudah berusaha dengan sangat keras, maka mereka akan mengapresiasi dengan baik orang tersebut. Sikap menghargai usaha ini juga tampak dari ekspresi mereka yang selalu bersemangat menyongsong setiap pekerjaan dan tantangan, karena mereka yakin dengan semangat dan kerja keras akan memberikan hasil yang baik. dilambangkan dengan ucapan otsukaresamadeshita (maaf, Anda telah bersusah payah).
Orang Jepang dan tiongkok juga menghargai jasa orang lain. Hal ini dibuktikan dengan ringannya mereka dalam mengatakan arigatoo (terima kasih), Membungkuk ataupun Sujud ketika mendapat bantuan orang lain dan tidak menggap remeh jerih payah orang lain meskipun bantuan itu tidak seberapa. Nah gitu kan menghargai, Good!
Di Indonesia, banyak yang sering melihat hanya dari hasil saja, seharusnya kita harus menghargai proses dari hasil tersebut. Seperti halnya dalam ulangan. Rata-rata guru hanya melihat hasil nilai dari anak tersebut, padahal guru tersebut tidak menyadari bahwa anak yang mendapatkan nilai yang bagus tersebut dari hasil mencontek. Dan bahkan guru akan memarahi anak yang meraih nilai yang pas-pasan atau jelek, tapi mungkin saja anak yang memperoleh nilai yang pas-pasan itu anak yang selalu menghapal, berusaha, bahkan tidak menyontek.
3. Rasa Malu
Fenomena "malu" yang telah mendarah daging dalam sikap dan budaya masyarakat Jepang dan tiongkok ternyata membawa implikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk didalamnya masalah kehormatan terhadap HAM, masalah law anforcement, masalah kebersihan moral aparat, dan sebagainya.
Dalam aplikasi ekstrimnya, budaya malu ini membawa pengaruh negatif dalam prilaku kehidupan masyarakat Jepang dan tiongkok, adalah prilaku bunuh diri yang dikenal dengan “harakiri”. Lebih baik mati daripada menanggung rasa malu. Ini adalah salah satu efek negatif dari rasa malu.
jika dibandingkan dengan di Indonesia hal tersebut sedikitlah berbeda, di Indonesia saya rasa budaya malu ini masih kurang diterapkan, sebagai contohnya di Indonesia masih banyak orang yang dengan bangganya melakukan kesalahan tetapi ia tidak merasa bersalah seperti pungli, korupsi dan masih banyak lagi
4. Hidup Satu Atap
Indonesia memiliki istilah “Kumpul Kebo” atau suatu larangan bagi seorang gadis dan pemuda yang tidak menikah untuk tinggal di bawah satu atap yang sama. Hal ini sudah menjadi norma yang mengakar di kebudayaan Indonesia. Patut diancungi jempol!
Di Jepang istilah seperti “Kumpul Kebo” tidak digunakan. Orang Jepang mentolerir kehidupan di bawah satu atap yang sama tersebut, apalagi jika pasangan tersebut mempunyai status berpacaran. Jangan ditiru ya Kawan!
Dari semua ini bisa kita simpulkan bahwa apapun budayanya bisa menjadi baik utaupun buruk tergantung dari sudut pandang masing-masing tempat, karena manusia hidup saling berkelompok dan membutuhkan bantuan orang lain jadi sangatlah biasa jika terjadi banyaknnya perbedaan pendapat untuk masalah budaya, yang terpenting yaitu bagaimana kita bisa menghargai perbedaan-perbedaan tersebut
Sumber referensi dan inspirasi:
http://www.kaskus.co.id/thread/526f6d99148b46a17b000006/persamaan-dan-perbedaan-antara-kebudayaan-cina-jepang-dan-korea/
https://faturrd.wordpress.com/2016/04/30/perbedaan-manusia-jepang-tiongkok-dan-indonesia/
http://winaberbagicerita.blogspot.co.id/2013/11/perbedaan-kebiasaan-budaya-jepang-dan.html
http://www.berkuliah.com/2014/07/9-perbedaan-budaya-antara-indonesia-dan-jepang.html